Sistematika taksonomi dari rusa bawean adalah sebagai berikut : Filum Chordata, kelas Mammalia, Ordo Artiodactyla, Sub ordo Ruminantia, Familia Cervidae, Sub familia Cervinae, Genus Hyelaphus, dan Species Axis kuhlii. Habitat asli rusa ini yaitu di sebuah pulau kecil di sebelah utara Kabupaten Gresik yaitu pulau Bawean, oleh karena itu rusa ini disebut Rusa Bawean. Di pulau ini terdapat 2 (dua) kawasan konservasi yaitu Suaka Margasatwa Pulau Bawean dengan luas 3.831,60 Ha dan Cagar Alam Pulau Bawean yang memiliki luas 725 Ha.
Ciri dan Perilaku :
Diantara keempat jenis rusa Indonesia, rusa bawean adalah jenis rusa yang terkecil dengan tinggi badan 60 – 70 Cm, panjang badan 105 – 115 Cm, dan berat badannya ± 50 Kg. Selain itu ciri istimewa lainnya adalah adanya gigi taring pada rahang bawahnya. Sedangkan pada rahang atas seperti ruminansia lainnya tidak terdapat gigi seri dan gigi taring (Prawiroatmodjo, 1987). Panjang ekor berkisar 20 cm berwarna coklat dan keputihan di lipatan bagian dalamnya (Whitehead 1983). Bulu pada tubuh rusa bawean berwarna coklat dan pendek kecuali bagian leher dan sekitar mata berwarna putih terang, pada daerah sekitar mulut berwarna sedikit terang dibanding muka yang dipisahkan oleh garis kehitaman (Stiwell, 1970). Bahu bagian depan lebih rendah daripada bagian belakang sehingga terkesan merunduk seperti rusa kijang. Pada anak rusa sering terdapat totol-totol yang ada dalam waktu yang singkat dan setelah itu menghilang (Veever dan Carter,1979). Selain itu ada sedikit tanda pengenal yang terbatas di daerah kepala dan leher, yaitu berupa jalur terang dengan melingkar di sekitar mata (Blouch dan Atmosoedirdjo,1987).
Rusa Bawean jantan dewasa mempunyai sepasang tanduk bercabang tiga, sedangkan rusa jantan muda ranggahnya belum bercabang. Ranggah mulai tumbuh pada saat rusa berumur 8 bulan. Mula-mula berupa tonjolan disamping dahinya, kemudian memanjang dan tumbuh lengkap pada umur 20-30 bulan. Selanjutnya ranggah ini akan tanggal dan digantikan oleh sepasang ranggah yang lain dengan satu cabang demikian seterusnya sampai tanduk tersebut lengkap bercabang tiga, yaitu pada saat rusa berumur 7 tahun. Pada awalnya pertumbuhan tanduk selalu dilapisi kulit tipis berbulu halus yang disebut velvet. Velvet tidak lama menempel pada tanduk karena akan mengering dan mengelupas. Kadang-kadang pelepasan ini dibantu dengan menggosokkannya pada pohon atau benda keras lain. Peristiwa ini terjadi bertepatan dengan permulaan musim kawin. Rusa ini hidup di hutan sekunder, padang rumput (savana), dan hutan jati, makanannya berupa rumput, daun, kulit tumbuhan dan buah-buahan yang jatuh. Hidup soliter dengan jumlah 1-3 ekor dalam home rangenya.
Upaya Konservasi :
Rusa Bawean merupakan satwa liar yang dilindungi pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Upaya konservasi terus dilakukan oleh Balai Besar KSDA Jatim I selaku pengelola Cagar Alam dan Suaka Margasatwa pulau Bawean dengan tujuan untuk tetap mempertahankan populasinya di alam, antara lain dengan kegiatan inventarisasi dan pembinaan habitat, operasi terhadap perburuan satwa liar dan gangguan hutan serta penyuluhan terhadap masyarakat disekitar kawasan. Saat ini masyarakat Bawean sudah mulai tergerak untuk ikut melestarikan rusa bawean yang menjadi ciri khas dan kebanggan daerah mereka. Sepertihalnya yang dilakukan oleh salah seorang penduduk setempat yaitu Pak Sudirman dengan membuat penangkaran di areal tanah miliknya di kawasan Lampeci. Jumlah populasi rusa bawean di penangkaran tersebut sampai saat ini adalah 7 (tujuh) ekor terdiri dari 3 jantan dan 4 betina. Dengan penangkaran ini masyarakat bisa melihat secara langsung rusa bawean karena masyarakat Baweanpun belum banyak yang melihat rusa ini sekaligus sebagai sarana wisata dan pendidikan konservasi. Selain itu upaya pelestarain exsitu juga dilakukan salah satu lembaga konservasi yaitu Kebun Binatang Surabaya (KBS). KBS sendiri telah berhasil mengembangbiakkan Rusa Bawean.
Balai Besar KSDA Jawa Timur sendiri juga membuat Pusat Riset Terapan Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar, s,alah satu satwanya adalah Rusa Bawean dengan jumlah 3 (tiga) ekor 1 jantan dan 2 betina. Satwa tersebut berasal dari hasil pengembangbiakkan Kebun Binatang Surabaya (KBS). Kontribusi kita selaku petugas BBKSDA terhadap lembaga-lembaga konservasi maupun masyarakat yang ikut berkecimpung dalam bidang konservasi yaitu dengan melakukan monitoring dan pembinaan serta memberikan kemudahan perijinan misalnya dalam pertukaran satwa dan bagi para penangkar yang telah memenuhi syarat dan aturan yang telah ditentukan.
Bagaimanapun Rusa Bawean sebagai species endemik harus tetap di pertahankan populasinya , mengingat keberadaanya yang semakin langka dan memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. (Agus PEH BBKSDA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
trims telah berbagi apapun, mungkin saya yang salah dan anda yang lebih mengerti, jangan sungkan untuk mengkritik saya...oke !