Dunia boleh bilang harimau jawa punah. Tetapi sebagai penghuni Jawa, saya mengatakan Harimau jawa masih eksis....
Pendahuluan
Panthera tigris sondaica konon telah punah. Kabar yang ditiupkan oleh sinyo Robert dalam tulisan etnografisnya berjudul The Last Tiger in East Java yang dimuat dalam Asian Folklore Studies, volume 54, 1995, menyebutkan Macan Jawa yang terakhir, tewas ditikam timah panas (mungkin, dalam satu perburuan) yang ditembakkan dari laras senapan oleh salah satu dari tiga pejabat paling penting demi perkembangan peradaban modern, yaitu Pangeran, Raja, dan Presiden. Sinyo Robert menyebut nama-nama itu sebagai Prince Bernhard dari Belanda, Shah Iran dari Iran, dan Soeharto dari – Indonesia. (dari: Mengenang Panthera Tigris Sondaicus: Apriyadi’s site, 2008).Benarkah pernyataan tersebut? Sayalah orang pertama yang menyanggah pernyataan diatas. Artinya saya akan mengatakan bahwa : Harimau jawa belum punah, masih ada yang lolos dari sergapan timah panas itu. Dimana hampir selama 13 tahun saya membuntuti bayangan satwa kharismatik tersebut. Foto sosoknya memang belum saya peroleh, tapi bekas aktivitasnya berhasil kami buktikan. Adapun bekas aktivitas harimau itu meliputi: cakaran di pohon, kotoran, jejak tapak kaki, sisa mangsa dan terakhir rambutnya (nanti akan kami bahas tu-persatu dek…., dokrema ampean…, harata…, kumahak atuh….). Selain itu bukti sisa pembantaian berupa gigi (pembantaian 1996) dan sobekan kulit (pembantaian 1995) dari Jawa Tengah berhasil kami koleksi. Ingat!!! dari Jawa Tengah, bukan Jawa Timur yang dianggap sebagai habitat terakhir harimau dari tanah Jawa. Namun untuk gigi dan kulit saat ini sedang dalam tahap rencana penelitian analisis DNA (maklum dana riset kami sangat terbatas, hanya dari sisa keuntungan jualan kaos, buku dan bunga hias). Sebab sudah jarang yang peduli untuk membantu pendanaan riset harimau jawa.
Sanggahan
Memang riset harimau jawa ini awal mulanya diinisiasi oleh Kappala-Indonesia-FK3I Jatim-PIPA Besuki-MMB Jember dan di bantu pendanaannya oleh Dana Mitra Lingkungan serta iuran peserta PL-Kapai 1997. Lalu Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jatim II dengan ekspedisi harimau jawa di luar kawasan TNMB. PL-Kapai 1999 di Jateng oleh Kappala Indonesia-Fordik, Survey Habitat Macan di Gunung Kidul dengan BKSDA Jogjakarta th 2000, dan PL-Kapai 2005 oleh Kappala Indonesia dan Kampung di Jateng. Di semua kegiatan itu saya selalu terlibat.Setelah Seminar Nasional Harimau Jawa 1998, secara pribadi dan mandiri saya mengejar terus ‘bayangan’ harimau jawa itu. Akhirnya secara ilmiah dapat saya buktikan menjadi Buku: Berkawan Harimau Bersama Alam, terbit 2002. dengan penyelaras Mas Eko Teguh Paripurno. Penerbitannya dibantu The Gibbon Foundation. Dan sampai sekarang tak ada yang mengkanter dengan buku, terhadap tulisan buku saya tersebut. Lalu di tahun 2003 saya telah menulis di Kompas mengenai pengamatan manual vs kamer trap, dengan rambut harimau sebagai penguat temuan eksistensinya. Tapi tak mempengaruhi kebijakan siapapun dalam melakukan kajian riset harimau jawa.
Dengan bantuan teman webmaster dari Jogjakarta maka tahun 2004-2006, kami memiliki situs didunia maya dengan alamat: www.javantiger.or.id. Di situs ini kami juga memaparkan perihal hasil-hasil riset yang kami lakukan, bahkan kami berhasil menghimpun masukan posisi-posisi terbaru keberadaan harimau jawa dari audiens. Dan secara ilmiah tidak ada yang menyanggah kajian saya tersebut. Maka beberapa data ini akan saya tampilkan lagi. Data yang telah “usang” saja. Biar ada yang mengkaji dan mengulasnya secara ilmiah. Katanya Indonesia memiliki banyak DOKTOR bahkan GURUBESAR satwa liar. Coba seperti apa ulasan para pakar tersebut.
Ini lho Hasil Riset Itu
Pertama akan saya uraikan dulu mengenai temuan bekas cakaran harimau jawa. Pencakaran merupakan sebuah perilaku harimau untuk menandai kawasan yang menjadi teitorinya. Penggarutan ini bagian dari perilaku khas golongan Felid. Shingga bisa dijadikan sebagai indikasi eksistensi suatu jenis spesies di suatu habiat. Tidak mungkin ada cakaran tapi tidak ada satwa yang melakukannya.Kalau sinyo Robert (pinjam istilahe Mas Apriyadi’s site) di Asian Folklore Studies itu terbit tahun 1995, maka dua tahun setelah penerbitan tulisan itu, yaitu tahun 1997, kami berhasil menemukan bekas indikasi kehidupan harimau jawa. Tepatnya bulan Nopember. Perhatikan gambar di bawah ini. Lalu apakah penulis jurnal tersebut sudah menjelajahi setiap relung habitat hutan jawa tersisa? Atau “jarene peneliti A” juga “jarene pengamat B”. Jadi hanya sekedar “kulak Jare adol Jare”….. kata javanese people.
Foto1. Cakaran Harimau Jawa 1997. (foto ini saya tampilkan dalam buku Berkawan Harimau Bersama Alam, 2002) dan (pernah saya muat di www.javantiger.or.id)
Anda bisa mencermati foto diatas. Bandingkanlah tinggi orang jawa dewasa yang berdiri disamping pohon berasan itu. Tentu Anda akan dapat melihat tigginya hewan yang melakukan pencakaran. Mohon juga amati tingginya pohon yang digunakan untuk melakukan aktivitas pencakaran tersebut. Terutama kalau Anda berhasil melihat sebuah goresan paling tinggi di foto tersebut. Pasti Anda juga dapat melakukan perkiraan mengenai besarnya satwa yang melakkan pencakaran tersebut dari perbandingan diameter pohon dengan besarnya setiap torehan luka yang ditingaklan di kulit pohon tersebut. Temuan bekas cakaran ini adalah hasil riset kami di tahun 1997 (sudah usang bukan? Tapi mana hasil riset Anda terbaru?). Saya kasih bocoran: bahwa Lokasi foto ini ada di daerah Jawa Timur.Masihkan Anda mengatakan bahwa foto tersebut adalah bekas aktivitas macan tutul? Saya orang pertama yang akan mengatakan Anda salah. Dan saya adalah orang pertama yang akan mengatakan bahwa pencakaran di pohon ini merupakan bekas pencakaran harimau jawa. Alasan saya di karenakan pada analisis saya tentang lebar dan dalamnya bekas pencakaran tersebut. Coba amati gambar 2, perhatikan detail dari rekaman kuku, kalau Anda cermat maka ketajaman dan besarnya jarak antar kuku penggores yang berdekatan, jelas milik harimau jawa. (sengaja tidak saya sampaikan mengenai ukuran lebar, dalamnya luka pencakaran dan tinggi cakaran yang tertinggi dari permukan tanah jika diukur secara vertical tegak lurus). Agar Anda latihan ‘membaca’ secara visual.
Foto 2. Detailnya bekas kuku harimau jawa dari Jawa Timur. (foto ini saya tampilkan dalam buku Berkawan Harimau Bersama Alam, 2002).
Setelah enam tahun kemudian saya baru berhasil mengidentifikasi rambut yang terselip di tepi gurantan, meski hanya menggunakan mikroskup cahaya dengan perbesaran 400 kali. Dimana sebelumnya saya melakukan identifikasi dengan melakukan pencetakan rambut menggunakan metode kutek, tetapi hasilnya masih kurang memuaskan. (untuk rambut: nanti akan saya bahas dikesempatan selanjutnya).Sisi penguat dari temuan
Pasti Anda masih kurang puas, dan pasti bertanya-tannya seperti apa pembanding bekas pencakaran macan tutul? Mengenai besarnya, polanya dan model garutannya. Selanjutnya perhatikanlah gambar 3 di bawah ini. Semacam inilah kebanyakan bekas pencakaran macan tutul yang saya kumpulkan dari Jawa Timur dan Jawa tengah..Foto 3. Bekas cakaran macan tutul. Terdapat dua pola cakaran: nggraut dan nyuwiki. (foto ini saya tampilkan dalam buku Berkawan Harimau Bersama Alam, 2002)
Kalau Anda memiliki ketrampilan membandingkan model cakaran maka dari gambar 3 tersebut Anda akan mengetahui bahwa ternyata pola pencakaran itu ada dua model. Pertama pola pencakaran berupa penggarutan (nggraut: Jw), hasilnya terekam sebagai garutan panjang. Di foto 3 ditunjuk pada bagian atas, sedangkan yang ditunjuk pada bagian bawah merupakan pola cakaran spot atau titik-titik (nyuwiki :Jw).Masih kurang puas mengenai bekas cakaran macan tutul? Di Gambar 4 ini Anda bisa mengamati seperti apa bekas cakaran macan tutul jika berada di pohon besar. Pelukaan yang masih terlihat merah, membuktikan bahwa pencakaran ini berulang dan masih baru. Artinya entah tadi malam atau beberapa jam yang lalu, pasti tutul itu melitas di kawasan ini. Dan sayapun berhasil menemukan rontokan helaian rambut di bekas pencakaran ini, yang setelah tiga tahun kemudian baru sempat kami identifikasi sebagai milik macan tutul jawa. Tentu hal ini sebagai penguat.
Gambar 4. Cakaran Macan tutul di pohon besar. (foto ini saya tampilkan dalam buku Berkawan Harimau Bersama Alam, 2002)
Apa artinya?
Pengungkapan saya perihal gambar-gambar bekas cakaran harimau jawa dan macan tutul sebenarnya untuk apa? Arti penting pengungkapan ini adalah perihal eksistensi harimau jawa. Dunia boleh bilang harimau jawa punah. Tetapi sebagai penghuni Jawa, saya mengatakan Harimau jawa masih eksis. Data yang saya keluarkan ini adalah data temuan saya di tahun 1997. Anda pasti bertanya, ah… itu kan data 13 tahun yang lalu. Berarti harimau jawa sekarang telah punah…Kalau pertanyaan itu yang Anda ajukan. Saya akan diam. Sebab Anda pasti berusaha mengetahui dimana pergerakan saya sekarang. Itu tidak perlu saya ungkapkan. Menghadapi publikasi saya perihal eksistensi harimau jawa berdasarkan bekas pencakaran tahun 1997 saja Anda belum menyampaikan argumen riset Anda yang dapat untuk menyanggah secara ilmiah bahwa data yang saya ungkapkan diatas merupakan bekas aktivitas tutul. Apakah tutul di Jawa telah mengalami “gigantisme?” silahkan kaji sendiri.
Yang jelas data temuan kami tersebut diatas mengenai pencakaran harimau jawa, tidak dapat menimbulkan ‘gerakan kesadaran hati’ untuk melakukan perlindungan, perbaikan dan pemulihan habitat harimau jawa. Malah tragisnya di tahun 1999, terjadi euphoria reformasi yang berimbas pada pembabatan hutan jawa secara ganas. Apapun usaha kami untuk mengatakan harimau jawa masih eksis selalu dimentahkan dengan argument : berdasarkan riset kamera trap tidak ditemukan sosok foto harimau jawa. (ha risetnya dimana? Habitat harimau dimana?). Perlu diketahui bahwa seharusnya jika untuk mengkaji eksistensi harimau jawa ya seharusnya semua hutan tersisa yang menjadi habitat harimau jawa di lakukan survey. Nah kalau itu sudah dilakkan baru bisa diketahui ada atau tidaknya harimau jawa. Wong tahun 1999 seorang peneliti Badak di Ujung Kulon saja pernah Berpapasan Langsung dengan Harimau Loreng Gembong. Lalu kenapa hanya Meru Betiri yang di klaim sebagai Habitat Terakir Harimau jawa?
Ha… monggo. Dengan paparan data usang kami diatas (13 tahun yang lalu itu), silahkan Anda renungi sendiri. Saya tidak membutuhkan Anda mempercayai data saya tahun 1997. Tapi aksi nyata apa yang Anda lakukan untuk peduli terhadap kelangsungan hidup spesies-spesies tertekan yang menghuni pulau Jawa? Silahkan menjawab sendiri dengan Naluri Hati Nurani Anda yang Paling Dalam…..
dari kedalaman hutan jawa yang tersisa, kami menggagas tulisan ini kembali.
“joko alas”didik raharyono
Kehadiran individu Harimau Jawa tersisa dapat dibuktikan
dari bekas aktivitas dan sisa bagian tubuhnya, meskipun
secara Internasional Harimau Jawa sudah mendapat
predikat punah. Hal ini membuktikan bahwa pengamatan Harimau Jawa sudah seharusnya dilakukan masyarakat
Jawa sendiri, tanpa harus tergantung kepada peneliti asing
Jawa sendiri, tanpa harus tergantung kepada peneliti asing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
trims telah berbagi apapun, mungkin saya yang salah dan anda yang lebih mengerti, jangan sungkan untuk mengkritik saya...oke !