Pada 17 Agustus 1945, Indonesia pun merdeka. Serikat pegawai jawatan kereta api saat itu (Angkatan Muda Kereta Api) berhasil memaksa nasionalisasi sistem kereta api dari Jepang ke tangan bumiputera. Maka, berdirilah DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia).
Saat Belanda kembali (dan mencoba menguasai) Indonesia, Belanda mendirikan Staatsspoorwegen/Verenigd Spoorwegbedrijf (SS/VS) yang mengurus perkeretaapian di Jawa saat itu. Selain Sumatera, ia mengurus semua jalur di Sumatera Barat dan Sumatera Selatan.
Kereta api sangat berjasa, ketika pada 3 Februari 1945, sebuah KLB (kereta luar biasa) diberangkatkan dari Jakarta menuju Yogyakarta, yang berhasil membawa rombongan Presiden Ir. Soekarno dan Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta keluar dari Jakarta dengan aman dan selamat. Kereta api juga berjasa membantu perjuangan, dengan mengangkut bahan persenjataan dan pejuang kemerdekaan saat itu. Jalur kereta api pun menjadi garis demarkasi wilayah Indonesia dan Belanda saat perjanjian Renville berlaku.
Selama Perang Kemerdekaan, layanan kereta api tetap berjalan. Sebagian dikelola oleh DKARI, dan sebagian lagi dikelola oleh SS/VS. DKARI mengelola jalur antara Malang, Yogyakarta, dan Cisurupan, serta semua jalur yang berada di wilayah Republik. Sementara SS/VS mengontrol jalur di wilayah Belanda. Meski demikian, sering terjadi gangguan dan sabotase antara DKARI dan SS/VS, dan umumnya jalur SS/VS yang sering menjadi sasaran sabotase.
Setelah Kemerdekaan
Lok C2716. Foto diambil tahun 1963.
Sarana kereta api Indonesia berada dalam kondisi memprihatinkan. Banyak sarana dan prasarana yang hancur akibat perang, dan harus diperbaiki. DKA pun memesan lokomotif untuk melakukan peremajaan. Dekade 1950-1960an merupakan “masa perjuangan” sebab DKA harus bertahan dengan banyak jalur yang merugi, dan kurangnya sarana dan prasarana, itu pun dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.Lok C2716. Foto diambil tahun 1963.
Meski demikian, era 1950an menjadi penting dengan datangnya lokomotif diesel. Pada 1957-1967 sekitar 250 lokomotif diesel beroperasi, dan menggantikan berbagai lok uap yang banyak beroperasi di lintasan utama. Di tahun 1963, DKA berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA).
Kisruh politik di tahun 60-an cukup menggangu operasional kereta api. Sebagian pegawai mengadakan mogok dan sabotase. Setelah pemberontakan komunis gagal, mereka ini pun dipecat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
trims telah berbagi apapun, mungkin saya yang salah dan anda yang lebih mengerti, jangan sungkan untuk mengkritik saya...oke !