01 November 2010

BENCANA TSUNAMI MENTAWAI : Badai Masih Ganggu Distribusi

Senin, 1 November 2010 | 06:44 WIB
KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
Serka Ismanto dan Winarko, anggota TNI AD, mengevakuasi Yeses, warga Kampung Tumalei, Desa Silabu, Kecamatan Saumanganya, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, ke pusat pengobatan di Pulau Sikakap menggunakan helikopter MI-17, Minggu (31/10). Yeses merupakan salah seorang korban luka berat di kepala dan punggung yang belum mendapatkan tindakan medis.
 
Mentawai, Kompas - Badai siklon tropis yang muncul hari Minggu (31/10) lewat tengah hari kembali mengganggu distribusi bantuan dan rencana evakuasi korban bencana tsunami Mentawai. Cuaca buruk akibat siklon tropis Anggrek itu diprediksi akan berlangsung selama seminggu sejak hari Minggu kemarin.
Tiga helikopter, yaitu helikopter jenis Puma milik TNI AU, MI-17 milik TNI AD, dan satu helikopter milik Kepolisian Daerah Sumatera Barat, berhasil terbang dari Bandara Internasional Minangkabau, Padang, ke Mentawai, dan bisa kembali ke Padang. Helikopter TNI AD dan helikopter Polda Sumbar berhasil mengangkut tiga korban tsunami Mentawai yang kritis.
Akibat cuaca buruk itu, Ketua Umum Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla dan Gubernur Bengkulu Agusrin M Nadjamuddin terpaksa menginap di KM Labobar milik Pelni di Sikakap karena kondisi cuaca tidak memungkinkan penerbangan kembali ke Mukomuko. Dari Jakarta pun mereka sulit dikontak. ”Susah sinyal di atas kapal,” ujar Adam Suryadi, staf pribadi Kalla, melalui pesan singkat Blackberry.
Cuaca itu terjadi sebelum tengah hari sampai sore sehingga penerbangan lanjutan dibatalkan. Padahal, sedianya, dua helikopter lain akan berangkat dari Padang membawa bantuan makanan, obat-obatan, dan 14 tenaga medis dari Kementerian Kesehatan yang memiliki keahlian khusus, antara lain dalam hal penyakit dalam, bedah, anestesi, dan dokter anak.
”Dari rencana dua sorti (sift), hanya terlaksana satu kali akibat cuaca buruk,” ujar Letkol (Pnb) Awang Kurniawan, Komandan Satgas Penanganan Bencana Mentawai dari TNI. Sebanyak tiga helikopter dan satu pesawat amfibi kini siaga di hanggar Bandara Minangkabau.
Bisa satu minggu
Budiman Sumiaji, Koordinator Analisis Meteorologi BMKG Padang, menjelaskan, siklon tropis Anggrek terjadi pada 1.050 kilometer barat daya Kerinci. Kepulauan Mentawai berada di dekat pusat siklon itu sehingga memicu cuaca buruk di kawasan ini. ”Siklon ini biasanya berlangsung selama seminggu sehingga perairan Mentawai dan pesisir barat Sumatera sangat riskan dilewati. Tinggi ombak bisa 3 meter lebih dengan kecepatan angin hingga 30-35 knot,” kata Budiman.
Dari Sikakap, posko di Pulau Pagai Utara, pun diperoleh informasi, pengiriman bantuan dan pencarian korban tsunami masih terkendala hujan, badai, dan gelombang besar.
Sebagian sukarelawan berupaya menembus cuaca buruk dengan jalan darat ke desa-desa terisolir di Pulau Pagai Selatan, semata untuk memastikan distribusi bantuan sampai.
Tim yang hendak mencari tiga korban hilang di Sibegieu, Kecamatan Pagai Selatan, terpaksa kembali ke Sikakap, Minggu sore, karena terhadang badai. ”Kami harus berlindung di Muntei Baru Baru, menyelamatkan diri dari badai, sebelum memutuskan kembali ke Sikakap. Badai terlalu kuat,” kata Rudi Sukma, anggota tim Basarnas. Kemarin dua warga Gogoa, Kecamatan Pagai Utara, Misdawati (21) dan Rosdiana (24), dapat dievakuasi ke Puskesmas Sikakap.
Warga dan korban di Kecamatan Pagai Selatan membutuhkan tenda, alat masak, pakaian, dan obat-obatan. ”Cadangan bantuan, terutama bahan pangan, masih cukup hingga besok (hari ini). Lusa dan berikutnya kami tak punya cadangan,” kata Kepala Desa Bosua, Kecamatan Pagai Selatan, Maralus Sagari.
Di sisi lain, sebagian penduduk Pagai Selatan sejak Minggu mulai bisa datang sendiri ke Sikakap, di Pulau Pagai Utara, mencari perawatan atau pengobatan. Sejumlah 118 orang masih dirawat inap di Puskesmas Sikakap dan lima korban lain dirujuk ke rumah sakit di Padang.
Upaya menembus keterisolasian yang ditempuh tim bantuan dan diikuti Kompas sepanjang Sabtu-Minggu ke sejumlah dusun di wilayah Desa Saumanganya, Kecamatan Pagai Utara, lewat jalur laut maupun darat menunjukkan, jalur jalan darat lebih dianjurkan. Dari Desa Saumanganya, perjalanan darat harus melewati beberapa dusun di Saumanganya, dan delapan dusun di Desa Matobe, sebelum tiba di wilayah Desa Sikakap.
Mengoperasi korban
Tim medis sejak Sabtu juga mulai bisa mengoperasi korban yang membutuhkan. Hingga Minggu sudah 14 korban dioperasi di Sikakap. ”Kami memang kekurangan tabung oksigen, tapi untuk sementara oksigen konsentrat bisa digunakan sebagai penggantinya,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Tomar Sabola.
Ketua Umum PMI Jusuf Kalla, yang datang ke Sikakap, menyerahkan bantuan Rp 10 juta dan bantuan lain. ”Sesuai permintaan pemerintah daerah, kami akan memberikan bantuan 100.000 lembar seng, 3.000 family kit, 100 lampu sel surya, 3.000 kelambu, 10.000 baju, 1.000 radio transistor, Rp 5 juta per rumah yang dirusak tsunami. Kami juga memperbantukan empat helikopter untuk mempercepat distribusi bantuan. Tiga sudah beroperasi Minggu,” kata Kalla.
Kalla meminta Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai menyediakan kayu untuk membangun permukiman baru dan merelokasi penduduk. ”Rehabilitasi harus selesai sebelum Natal,” kata Kalla.
Kondisi cuaca buruk, Bandara Mukomuko di Bandar Ratu, Bengkulu, digunakan sebagai alternatif posko distribusi, evakuasi sejak dua hari terakhir. ”Jarak dari Mukomuko lebih pendek dibanding dari Padang, hanya sekitar 50 mil laut. Lebih mudah mengantisipasi perubahan cuaca,” ujar Kapten (CPb) Rhino Charles, pilot helikopter MI-17.
Bandara Mukomuko juga telah digunakan PMI Pusat sebagai titik evakuasi korban.
(JOS/JON/BIL/ROW/INK)
Sumber : Kompas

Aktivitas Anak Gunung Krakatau Meningkat

Senin, 1 November 2010 | 06:45 WIB
Jakarta, Kompas - Aktivitas kegempaan Anak Gunung Krakatau di Selat Sunda meningkat dalam dua hari terakhir. Namun, statusnya masih tetap Waspada, seperti selama satu tahun ini. Imbauan agar warga tidak mendekat dalam radius dua kilometer dari gunung itu masih berlaku.
Menurut Kepala Pos Pemantauan Anak Gunung Krakatau Anton S Tripambudhi ketika dihubungi hari Minggu (31/10), jumlah gempa sepanjang hari Sabtu (30/10) hingga pukul 24.00 tercatat 780 kali. Sehari sebelumnya terjadi 763 kali gempa.
Sebagai perbandingan, pada Jumat (29/10) terjadi delapan kali gempa vulkanik A (berkedalaman 1-3 kilometer), 76 kali gempa vulkanik B (dangkal, berkedalaman kurang dari 1 kilometer), 282 kali letusan, 257 kali embusan, dan 140 kali tremor atau letusan berulang-ulang.
Sepanjang Sabtu terjadi 14 kali gempa vulkanik A, 102 kali gempa vulkanik B, 288 kali letusan, 230 kali embusan, dan 146 kali tremor. Aktivitas kegempaan Anak Gunung Krakatau sepanjang Minggu baru diketahui setelah direkapitulasi pukul 24.00.
”Lontaran material saat letusan sekitar 100 hingga 200 meter dari kawah, jadi baru sampai di lereng gunung, belum nyemplung ke laut. Saat terjadi embusan, yang terpantau adalah keluarnya kepulan asap,” kata Anton.
Ketinggian kepulan asap sepanjang Sabtu akhir pekan lalu berkisar 300 hingga 800 meter. Bubungan asap ini lebih rendah dibandingkan pada tanggal 28 Oktober yang berkisar 400 hingga 1.500 meter.
Penuturan Anton, gempa yang terjadi di Anak Gunung Krakatau tidak dirasakan oleh warga di pesisir Pulau Jawa atau Sumatera. Gempa hanya terdeteksi melalui alat yang dipasang di sana. ”Kalaupun bisa dirasakan, hanya oleh orang yang berada dalam posisi diam di Pulau Anak Gunung Krakatau,” katanya.
Melalui proses
Terkait status gunung yang masih Waspada dan belum ditingkatkan menjadi Siaga, Anton mengatakan perlu proses, tidak serta-merta. Ukuran untuk menaikkan status adalah terjadinya peningkatan aktivitas kegempaan secara terus-menerus, ditunjang kesamaan hasil pemantauan aktivitas kegempaan yang dilakukan tim di lapangan, serta menimbang dampak letusan bagi warga. ”Biasanya juga ada tim yang langsung datang dari pusat vulkanologi di Bandung. Hasilnya dilaporkan ke tim ahli di Bandung untuk selanjutnya diputuskan statusnya,” kata Anton.
Sebagai perbandingan, proses pengubahan status Anak Gunung Krakatau dari Siaga menjadi Waspada pada 31 Oktober 2009 membutuhkan waktu dua hingga tiga bulan dengan melihat terus aktivitas kegempaannya.
Relatif lebih lamanya pengubahan status Krakatau dibandingkan, misalnya, dengan Merapi belakangan ini, Anton mengatakan, setiap gunung api memiliki karakteristik sendiri. ”Dapur magmanya masing-masing berbeda sehingga penanganannya pun beda,” katanya.
Apalagi, Anak Gunung Krakatau berada di perairan Selat Sunda yang jauh dari permukiman penduduk (berjarak 42 kilometer dari pesisir barat Banten dan 43 kilometer dari pesisir Lampung). Dengan posisinya seperti itu, dampak letusan Anak Gunung Krakatau akan berbeda kalau misalnya gunung itu berada di daratan yang dekat dengan permukiman.
Menurut Anton, lontaran material terjauh saat Anak Gunung Krakatau meletus tiga tahun lalu adalah 1,5 kilometer. Kondisi ini lalu dipakai sebagai acuan untuk melarang warga mendekat dalam radius kurang dari dua kilometer ketika aktivitas Anak Gunung Krakatau meningkat. (CAS)
Sumber : Kompas 

Turunkan Spanduk di Kawasan Bencana ! !

Menurut Sultan, pemasangan bendera dan berbagai spanduk di sekitar kawasan korban erupsi Merapi merupakan bentuk pemanfaatan korban bencana. Kalau memberi bantuan, seharusnya tulus dan iklas. Tidak perlu memasang bendera, apalagi sampai minta liputan media, tuturnya. 

Laporan wartawan KOMPAS Irene Sarwindaningrum
Senin, 1 November 2010 | 19:11 WIB
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
BencanaMerapi di DI Yogyakarta serta gempa bumi dan tsunami di Mentawai, Sumatera Barat, memunculkan solidaritas kemanusiaan yang diwujudkan dengan penggalangan dana. Salah satunya dengan lelang kaus yang dilukis dengan tema "Merapi dan Tsunami" di Bigbox Complex, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (31/10).
TERKAIT:
YOGYAKARTA, KOMPAS.com -  Gubernur Provinsi DI Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X meminta spanduk maupun bendera instansi, organisasi, dan elemen masyarakat lainnya yang marak dipasang di kawasan bencana erupsi Merapi segera diturunkan. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat yang telah menjadi korban tidak merasa dimanfaatkan.
Sultan HB X berharap hanya bendera merah putih saja yang dipasang di sekitar kawasan erupsi Merapi. Sebaiknya semua bendera yang dipasang bendera merah putih saja. Kalau bukan bendera Merah Putih lebih baik bendera-bendera itu diturunkan, katanya di Posko Utama Penanggulangan Bencana Alam Kabupaten Sleman di Pakem, Senin (1/11).
Sejak hari pertama setelah erupsi, spanduk dan bendera bertebaran di sekitar barak pengungsian erupsi Merapi. Sejumlah spanduk yang dipasang berukuran besar dan dalam jumlah banyak.
Selain organisasi masyarakat, spanduk-spanduk yang terpasang bertuliskan nama partai politik, provider telepon seluler, merk sepeda motor, serta berbagai produk makanan dan minuman. Beberapa spanduk terpasang di b adan-badan jalan bahkan tidak disertai pembangunan posko maupun aktivitas dari pihak pemasangnya.
Menurut Sultan, pemasangan bendera dan berbagai spanduk di sekitar kawasan korban erupsi Merapi merupakan bentuk pemanfaatan korban bencana. Kalau memberi bantuan, seharusnya tulus dan iklas. Tidak perlu memasang bendera, apalagi sampai minta liputan media, tuturnya.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Arie Sudjito menilai, pemasangan bendera dan spanduk di lokasi bencana secara berlebihan tidak etis dari sisi korban. Selain menimbulkan perasaan dimanfaatkan, hal ini juga mengarah pada komodifikasi korban.
Artinya, bencana telah digunakan sebagai ajang promosi bagi pelaku industri politik dan ekonomi, sehingga malah mengurangi derajat misi kemanusiaan mereka, katanya.
Menurut Arie, pemasangan spanduk dan bendera pemberi bantuan sebenarnya tidak salah. Hal ini etis dilakukan bila dalam proporsi wajar.
Arie mengatakan, pemasangan spanduk dan bendera di lokasi bencana sudah biasa terjadi. Beragam kepentingan terdapat di balik pemasangan, seperti promosi dan kampanye. Fenomena ini tidak lepas dari po litik pencitraan yang semakin menggejala beberapa waktu ini. Banyaknya peliputan media di lokasi bencana juga menjadi faktor yang mendorong pemasangan spanduk.
Padahal, Peraturan Daerah DI Yogyakarta tentang Penanggulangan Bencana sebenarnya sudah menginstruksikan ada mengurangi kecenderungan komodifikasi dengan menonjolkan kepentingan-kepentingan golongan tertentu.  
Sumber : Kompas
Greenpeace SEA-Indonesia
Racikan Obat Herbal
CAMPAKA KAROMAH Khusus Untuk Direbus/Godogan, Insyaallah Dapat Menyembuhkan Penyakit Yang Anda Derita.

Formulator : Deddy kermit madjmoe
Hotline: 081324300415
Jl. Buyut Roda Gg.Polos No.84 Ciledug Cirebon Jawa Barat 45188

Pasien TIDAK MAMPU dan KURANG MAMPU Jangan TAKUT Untuk Berobat Pada Kami....!!!! Kami Tetap akan melayaninya.