10 Juli 2009

Sang Perkasa Yang Semakin Terusik

Cerita Sang Perkasa

Waktunya aku lupa banget, maklum aku rada-rada tulalit alias telmi (baca:telat mikir), sekitar tahun 1996-an di kawasan Gunung Ciremai, waktu itu belum menjadi Taman Nasional Gunung Ciremai . Cerita ini ketika eksplorasi untuk lokasi wisata alam di Pajambon, ditempat ini ada beberapa air terjun dan sumber mata air panas.

Tapi aku ingat ketika itu ada teman-teman LSM Visita Kuningan, AKAR dan kami dari Petakala Grage (PG). Pak Rustam, Avo, Nina, Bayu dll sedang perjalananan menuju pulang, aku ada dibelakang mereka sambil bawa kamera....tiba-tiba dari sebuah ketinggian diatas pohon Pule/Lame. Ada Sang Perkasa...hinggap dengan damainya. Sangking senangnya aku berteriak kasih tahu teman-teman...kontan saja Sang Perkasa kaget bukan kepalang...dia terbang menjauhi kami...aku ambil gambarnya...eeeh..dapatnya cuman ekornya doang...

Cerita Sang Perkasa sudah banyak menjadi penomena, tapi tidak salah, kalau aku menyimak kembali hasil telusur pustaka di dunia maya ini tentang Sang Perkasa. Aku sangat berharap banyak, Bagus anakku dan teman-temannya, bisa membacanya, dan menikmati gambarnya doang, sudah lebih dari cukup. Elang Jawa adalah Sang Perkasa itu dalam nama ilmiahnya Spizaetus bartelsi adalah salah satu spesies elang berukuran sedang yang endemik di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia

Identifikasi :
Elang yang bertubuh sedang sampai besar, langsing, dengan panjang tubuh antara 60-70 [[sentimeter|cm]] (dari ujung paruh hingga ujung ekor).

Kepala berwarna coklat kemerahan (kadru), dengan jambul yang tinggi menonjol (2-4 bulu, panjang hingga 12 cm) dan tengkuk yang coklat kekuningan (kadang nampak keemasan bila terkena sinar matahari). Jambul hitam dengan ujung putih; mahkota dan kumis berwarna hitam, sedangkan punggung dan sayap coklat gelap. Kerongkongan keputihan dengan garis (sebetulnya garis-garis) hitam membujur di tengahnya. Ke bawah, ke arah dada, coret-coret hitam menyebar di atas warna kuning kecoklatan pucat, yang pada akhirnya di sebelah bawah lagi berubah menjadi pola garis (coret-coret) rapat melintang merah sawomatang sampai kecoklatan di atas warna pucat keputihan bulu-bulu perut dan kaki. Bulu pada kaki menutup tungkai hingga dekat ke pangkal jari. Ekor kecoklatan dengan empat garis gelap dan lebar melintang yang nampak jelas di sisi bawah, ujung ekor bergaris putih tipis. Betina berwarna serupa, sedikit lebih besar.

Iris mata kuning atau kecoklatan; paruh kehitaman; sera (daging di pangkal paruh) kekuningan; kaki (jari) kekuningan. Burung muda dengan kepala, leher dan sisi bawah tubuh berwarna coklat [[kayu manis]] terang, tanpa coretan atau garis-garis.MacKinnon, J. 1993. ''Panduan lapangan pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali''. Gadjah Mada University Press. Jogyakarta. ISBN 979-420-150-2. Hal. 104.

Ketika terbang, elang Jawa serupa dengan [[elang brontok]] (''Spizaetus cirrhatus'') bentuk terang, namun cenderung nampak lebih kecoklatan, dengan perut terlihat lebih gelap, serta berukuran sedikit lebih kecil.

Bunyi nyaring tinggi, berulang-ulang, ''klii-iiw'' atau ''ii-iiiw'', bervariasi antara satu hingga tiga suku kata. Atau bunyi bernada tinggi dan cepat ''kli-kli-kli-kli-kli''. Sedikit banyak, suaranya ini mirip dengan suara elang brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam nadanya.Sozer, R., V. Nijman dan I. Setiawan. 1999. ''Panduan identifikasi Elang Jawa ''Spizaetus bartelsi''.'' Biodiversity Conservation Project (LIPI-JICA-PKA). Bogor. ISBN 979-95862-1-6. 48 hal.
'''

Penyebaran, ekologi dan konservasi:

Sebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa, dari ujung barat (Taman Nasional Ujung Kulon) hingga ujung timur di Semenanjung Blambangan Purwo. Namun demikian penyebarannya kini terbatas di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan. Sebagian besar ditemukan di separuh belahan selatan Pulau Jawa. Agaknya burung ini hidup berspesialisasi pada wilayah berlereng. [3]

Elang Jawa menyukai ekosistem hutan hujan tropika yang selalu hijau, di dataran rendah maupun pada tempat-tempat yang lebih tinggi. Mulai dari wilayah dekat pantai seperti di Ujung Kulon dan Meru Betiri, sampai ke hutan-hutan pegunungan bawah dan atas hingga ketinggian 2.200 m dan kadang-kadang 3.000 m dpl.

Pada umumnya tempat tinggal elang jawa sukar untuk dicapai, meski tidak selalu jauh dari lokasi aktivitas manusia. Agaknya burung ini sangat tergantung pada keberadaan hutan primer sebagai tempat hidupnya. Walaupun ditemukan elang yang menggunakan hutan sekunder sebagai tempat berburu dan bersarang, akan tetapi letaknya berdekatan dengan hutan primer yang luas.

Burung pemangsa ini berburu dari tempat bertenggernya di pohon-pohon tinggi dalam hutan. Dengan sigap dan tangkas menyergap aneka mangsanya yang berada di dahan pohon maupun yang di atas tanah, seperti pelbagai jenis reptil, burung-burung sejenis walik, punai, dan bahkan ayam kampung. Juga mamalia berukuran kecil sampai sedang seperti tupai dan bajing, kalong, musang, sampai dengan anak monyet.

Masa bertelur tercatat mulai bulan Januari hingga Juni. Sarang berupa tumpukan ranting-ranting berdaun yang disusun tinggi, dibuat di cabang pohon setinggi 20-30 di atas tanah. Telur berjumlah satu butir, yang dierami selama kurang-lebih 47 hari.

Pohon sarang merupakan jenis-jenis pohon hutan yang tinggi, seperti rasamala (Altingia excelsa), pasang (Lithocarpus dan Quercus), tusam (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), dan ki sireum (Eugenia clavimyrtus). Tidak selalu jauh berada di dalam hutan, ada pula sarang-sarang yang ditemukan hanya sejarak 200-300 m dari tempat rekreasi.[2]

Di habitatnya, elang Jawa menyebar jarang-jarang. Sehingga meskipun luas daerah agihannya, total jumlahnya hanya sekitar 137-188 pasang burung, atau perkiraan jumlah individu elang ini berkisar antara 600-1.000 ekor.[4] Populasi yang kecil ini menghadapi ancaman besar terhadap kelestariannya, yang disebabkan oleh kehilangan habitat dan eksploitasi jenis. Pembalakan liar dan konversi hutan menjadi lahan pertanian telah menyusutkan tutupan hutan primer di Jawa.[5] Dalam pada itu, elang ini juga terus diburu orang untuk diperjual belikan di pasar gelap sebagai satwa peliharaan. Karena kelangkaannya, memelihara burung ini seolah menjadi kebanggaan tersendiri, dan pada gilirannya menjadikan harga burung ini melambung tinggi.

Mempertimbangkan kecilnya populasi, wilayah agihannya yang terbatas dan tekanan tinggi yang dihadapi itu, organisasi konservasi dunia IUCN memasukkan elang Jawa ke dalam status EN (Endangered, terancam kepunahan). [6] Demikian pula, Pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai hewan yang dilindungi oleh undang-undang.[7]

Catatan taksonomis:

Sesungguhnya keberadaan elang Jawa telah diketahui sejak sedini tahun 1820, tatkala van Hasselt dan Kuhl mengoleksi dua spesimen burung ini dari kawasan Gunung Salak untuk Museum Leiden, Negeri Belanda. Akan tetapi pada masa itu hingga akhir abad-19, spesimen-spesimen burung ini masih dianggap sebagai jenis elang brontok.

Baru di tahun 1908, atas dasar spesimen koleksi yang dibuat oleh Max Bartels dari Pasir Datar, Sukabumi pada tahun 1907, seorang pakar burung di Negeri Jerman, O. Finsch, mengenalinya sebagai takson yang baru. Ia mengiranya sebagai anak jenis dari Spizaetus kelaarti, sejenis elang yang ada di Sri Lanka. Sampai kemudian pada tahun 1924, Prof. Stresemann memberi nama takson baru tersebut dengan epitet spesifik bartelsi, untuk menghormati Max Bartels di atas, dan memasukkannya sebagai anak jenis elang gunung Spizaetus nipalensis.[2]

Demikianlah, burung ini kemudian dikenal dunia dengan nama ilmiah Spizaetus nipalensis bartelsi, hingga akhirnya pada tahun 1953 D. Amadon mengusulkan untuk menaikkan peringkatnya dan mendudukkannya ke dalam jenis yang tersendiri, Spizaetus bartelsi.[8]

Rujukan:

  1. MacKinnon, J. 1993. Panduan lapangan pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali. Gadjah Mada University Press. Jogyakarta. ISBN 979-420-150-2. Hal. 104.
  2. Sozer, R., V. Nijman dan I. Setiawan. 1999. Panduan identifikasi Elang Jawa Spizaetus bartelsi. Biodiversity Conservation Project (LIPI-JICA-PKA). Bogor. ISBN 979-95862-1-6. 48 hal.
  3. Balen, S. van, V. Nijman and R. Sozer. 1999. Distribution and Conservation of Javan Hawk-eagle Spizaetus bartelsi. Bird Conservation International 9 : 333-349.
  4. Balen, S. van, V. Nijman and R. Sozer. Population status of the endemic Javan Hawk-eagle Spizaetus bartelsi. in Balen, S. van. 1999. Birds on Fragmented Islands. Persistence in he forests of Java and Bali. PhD thesis of Wageningen University. ISBN 90-5808-150-8.
  5. Balen, S. van, V. Nijman and H.H.T. Prins. The Javan Hawk-eagle: misconception about rareness and threat. in Balen, S. van. 1999. Birds on Fragmented Islands. Persistence in he forests of Java and Bali. PhD thesis of Wageningen University. ISBN 90-5808-150-8.
  6. BirdLife International. 2004. Spizaetus bartelsi. In: IUCN 2007. 2007 IUCN Red List of Threatened Species.. Diakses 25/12/2007.
  7. Noerdjito, M. dan I. Maryanto. 2001. Jenis-jenis Hayati yang Dilindungi Perundang-undangan Indonesia. Cet-2. Puslit Biologi LIPI. Bogor. ISBN 979-579-043-9. Hal. 47.
  8. Amadon, D. 1953. Remarks on the Asiatic hawk-eagles on the genus Spizaetus. Ibis 95:492-500.

Pranala luar:

Tahun 1999 kami dari Petakala Grage bersama BKSDA Jabar II Ciamis, melakukan Inventarisasi Burung Migran di Pantai Utara Cirebon, dari Muara Sungai Cisanggarung Losari Cirebon sampai ke Muara Sungai Cimanuk Indramayu. Kenang-kenangan dari kegiatan ini adalah buku langka karya dari MacKinnon, J. 1993. Panduan lapangan pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali. Meski sudah lecek banget, buku ini sering dibolak-balik anakku Bagus untuk mencari gambar-gambar burung koleksi yang nantinya kami lepaskan kembali ke habitatnya.

Sumber tulisan diatas disadur dari :
Elang Jawa
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.



Berita Dari Puri Cikeas Membuat Derita Porong

Wah aku benar-benar ga ngerti...tapi ikuti saja berita dari Jatam. Kamu saja yang pada baca bingung...blog apaan nih, kok isinya macam-macam...(Deddy kermit madjmoe, menjawab: "...yaa....terserah gue...dong ,mau nyontek apa saja, emang gue pikirin...., makan buah kedondong sama bijinya....kapok kan, keselek....!!!!!"). Pokoke ikuti saja dari pada bengong....


Oleh : Firdaus Cahyadi, Satu Dunia

Pesta kemenangan SBY tidak dirasakan oleh warga Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, yang telah tiga tahun menjadi korban semburan lumpur Lapindo. Gubernur Jawa Timur Soekarwo pada 8 Juli 2009, hari pilpres, memerintahkan warga tiga desa di Sidoarjo, yakni Siring Barat, Jatirejo, dan Mindi di Porong, untuk segera mengungsi. Alasannya, kondisi kawasan tersebut telah membahayakan keselamatan jiwa. Perintah mengungsi itu muncul setelah terbakarnya semburan lumpur di kawasan tersebut.

“Lanjutkan! Lanjutkan!,” teriak para pendukung Calon Presiden (Capres) 2009-2014 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) seperti yang ditayangkan beberapa stasiun televisi pada Rabu (8/7). Setalah itu, SBY menyampaikan pidato terkait dengan hasil penghitungan cepat berbagai lembaga survey yang menempatkannya sebagai pemenang dalam pemilihan presiden (pilpres) 2009 ini.

Nuansa ‘pesta’ kemenangan semakin terasa di Puri Cikeas, rumah pribadi SBY, dengan kehadiran beberapa petinggi partai politik yang menjadi pendukung SBY. Koran Tempo, Kamis (9/7), menuliskan bahwa Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN), Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) hadir di kediaman SBY.

Namun, pesta kemenangan SBY tidak dirasakan oleh warga Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, yang telah tiga tahun menjadi korban semburan lumpur Lapindo. Gubernur Jawa Timur Soekarwo pada 8 Juli 2009, hari pilpres, memerintahkan warga tiga desa di Sidoarjo, yakni Siring Barat, Jatirejo, dan Mindi di Porong, untuk segera mengungsi. Alasannya, kondisi kawasan tersebut telah membahayakan keselamatan jiwa. Perintah mengungsi itu muncul setelah terbakarnya semburan lumpur di kawasan tersebut.

Kejadian itu seakan membuktikan bahwa pendekatan jual beli yang diperkenalkan oleh Presiden SBY dalam menangani korban lumpur tidak menyelesaikan masalah. Seperti diketahui melalui Peraturan Presiden (Perpres) 14 Tahun 2007, penyelesaian kasus semburan lumpur Lapindo secara legal telah mengesampingkan dampak kesehatan, lingkungan hidup, dan keselamatan manusia.

Pola penyelesaian kasus Lapindo, menurut Perpres itu, diselesaikan dengan jual beli aset fisik korban. Dengan kata lain, hanya aset berupa tanah dan rumahlah yang diakui. Sementara, keselamatan manusia yang juga berpotensi terancam oleh semburan lumpur tidak mendapatkan perhatian yang layak.

Celakanya, proses jual beli asset pun berjalan lambat. Beberapa kali pihak Minarak Lapindo Jaya (MLJ) mengingkari kesepakatan jual beli. Negara yang seharusnya melindungi kepentingan korban lumpur justru terlihat tak berdaya menghadapi Lapindo. Negara sepertinya membiarkan warga korban untuk berhadapan sendiri dengan sebuah korporasi besar, dalam rangka memperjuangkan hak-haknya .

Jeritan pilu warga korban Lapindo, yang terusir dari rumahnya, harus menghirup udara yang beracun, harus menggunakan air tanah yang telah tercemar, seakan membentur dinding tembok-tembok Puri Cikeas. Akankah pesta di Cikeas menandai dilanjutkannya penderitaan korban Lapindo dalam lima tahun ke depan?

Yaa sudah jangan banyak mikir...nanti kesambet lho...?

Ya... LANJUTKAN...!!! LANJUTKAN...!!! AYO TERUS LANJUTKAN...Taaariik maannggg....!!!!!

Melanjutkan ajah..., kok repot sih....?




Suaka Elang

Jembatan bagi Elang “Rumahan” untuk Kembali Terbang Bebas


Aksi Konservasi

Upaya penting yang perlu menjadi bagian dari kegiatan konservasi raptor adalah membangun kesadaran semua pihak dan masyarakat umum tentang arti penting konservasi raptor yang merupakan ‘flagship species’ dan entry point yang strategis untuk kegiatan konservasi keragaman hayati secara keseluruhan. Upaya membangun kesadaran ini bisa dilakukan dengan berbagai cara dan pendekatan, diantaranya melalui kegiatan rehabilitasi dan pelepasliaran spesies yang sudah direhabilitasi dan pendidikan lingkungan serta wisata terbatas melalui pengembangan Suaka ELANG (Raptor sanctuary). Suaka ELANG ini diharapkan bisa berkontribusi langsung, khususnya pada upaya konservasi raptor dan umumnya semua potensi keragaman hayati yang ada di kawasan TNGHS.

Pelibatan berbagai pihak pemangku kepentingan yang merupakan bagian dari masyarakat dalam program kemitraan Suaka Elang merupakan upaya nyata keterlibatan masyarakat dalam kegiatan konservasi elang. Bahkan program tersebut tidak berhenti dalam satu titik, namun juga akan menjadi program yang memiliki efek “bola salju”, semakin memperbesar jaringan masyarakat yang peduli dan berpartisipasi dalam konservasi elang melalui program pendidikan konservasi elang yang dikembangkan dalam kolaborasi tersebut.

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS)


TNGHS merupakan salah satu taman nasional yang memiliki ekosistem hutan hujan tropis pegunungan terluas di Jawa. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.175/Kpts-II/2003, yang merupakan perubahan fungsi kawasan eks Perum Perhutani atau eks hutan lindung dan hutan produksi terbatas disekitar TNGH menjadi satu kesatuan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dengan 113,357 ha. TNGHS terletak di Propinsi Jawa Barat dan Banten meliputi Kabupaten Sukabumi, Bogor dan Lebak. Potensi keanekaragaman hayati di kawasan ini sangat tinggi serta memiliki populasi Elang jawa (Spizaetus bartelsi) terbesar di pulau Jawa, bahkan di dunia yaitu sekitar 25-30 pasang, dan hampir semua jenis raptor yang ada di pulau Jawa dan Bali bisa ditemui di kawasan ini.

Suaka Elang & Kemitraan

Kawasan TNGHS adalah untuk kawasan perlindungan (save it), kajian ilmiah (study it) dan pemanfaatan yang lestari (use it). Pengembangan Suaka ELANG di kawasan ini sebagai bentuk realisasi program kemitraan berbagai lembaga pemerintah dan LSM serta korporasi, disamping mendorong Permenhut No.P.19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam tanggal 19 Oktober 2004 dan SK Menhut No. 390/KPTS-II/2003 serta Nota Kesepahaman Kemitraan Suaka Elang tahun 2007. Suaka Elang merupakan salah satu bentuk usaha menjaga dan melindungi keanekaragaman hayati yang ada, bertujuan untuk memperkenalkan masyarakat kepada alam dan meningkatkan kesadaran akan nilai penting sumber daya alam yang beragam dalam sebuah ekosistem kehidupan. Pengembangan Suaka Raptor ini juga merupakan sebuah cara dalam menyebarkan informasi tentang usaha pelestarian dan perlindungan raptor pada suatu kawasan yang dilindungi atau kawasan-kawasan yang perlu dilindungi dengan menggunakan pendekatan pendidikan lingkungan dan wisata terbatas yang terintegrasi. Pendidikan lingkungan di Suaka Elang merupakan proses pembelajaran yang langsung dan berbasis pengalaman sehingga diharapkan bisa:

  1. mendukung kepedulian dan perhatian terhadap ekonomi, sosial dan keterkaitannya terhadap lingkungan ekologis;
  2. belajar dan mendapatkan pengetahuan, nilai, perilaku, komitmen, kemampuan yang diperlukan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup
  3. mendorong sikap hidup positif baik dari tingkat individu, kelompok, dan masyarakat secara keseluruhan terhadap lingkungan alamnya.

Anggota Kemitraan Suaka Elang

Hingga saat ini, pihak-pihak yang tergabung menjadi anggota kemitraan Suaka Elang adalah:

Pemerintah:

  1. Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak
  2. BB Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
  3. BB Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Barat
  4. Pusat Penelitian Pengembangan Kehutanan & Konservasi Alam, Dephut
  5. LIPI

LSM:

  1. RAIN (Raptor Indonesia)
  2. PILI-Green Network
  3. Yayasan Cikananga (PPS Cikananga)
  4. IAR Indonesia
  5. Raptor Conservation Society – RCS
  6. mataELANG

Perusahaan swasta:

  • Chevron Geothermal Salak

[teks & gambar © TNGGP-suakaELANG 112008 | Kuswandono ]

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango [National Park]
Jl. Raya Cibodas, Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, Indonesia 43253
Tel: +62-263-512776 Fax: +62-263-519415
Email: info@gedepangrango.org




Greenpeace SEA-Indonesia
Racikan Obat Herbal
CAMPAKA KAROMAH Khusus Untuk Direbus/Godogan, Insyaallah Dapat Menyembuhkan Penyakit Yang Anda Derita.

Formulator : Deddy kermit madjmoe
Hotline: 081324300415
Jl. Buyut Roda Gg.Polos No.84 Ciledug Cirebon Jawa Barat 45188

Pasien TIDAK MAMPU dan KURANG MAMPU Jangan TAKUT Untuk Berobat Pada Kami....!!!! Kami Tetap akan melayaninya.