12 Mei 2010

VERSI TERBARU dan REAL by Om Deddy Herlambang IRPS SM

Quote:Awal Pembangunan
Perkeretaapian di Indonesia adalah negara kedua di Asia (setelah India) yang mempunyai jaringan kereta api tertua. Cina dan Jepang baru menyusul kemudian. Setelah Tanam Paksa (1830-1850), hasil pertanian di Jawa tidak lagi sekadar untuk memenuhi kebutuhan sendiri tapi juga untuk pasar internasional. Karena itu diperlukan sarana transportasi untuk mengangkut hasil pertanian dari pedalaman ke kota-kota pelabuhan. Yang ada waktu itu hanya Jalan Raya Pos yang dirasa sudah tidak memadai lagi, sehingga muncul gagasan untuk membangun jalan kereta api. Namun, tidak semua orang setuju dengan rencana itu. Ada sebagian pihak yang berpendapat volume produk masih terlalu sedikit, sehingga tidak efisien apabila diangkut dengan kereta api, sementara jumlah penumpang, kalaupun ada, diperkirakan akan sangat sedikit. Di masa itu orang Jawa dianggap sebagai bangsa yang tidak suka bepergian jauh, sedangkan orang Eropa yang diharapkan paling-paling hanyalah para pegawai negeri. Muncul pula perdebatan tentang peran yang sebaiknya dimainkan pemerintah dalam pengembangan perkeretaapian di Hindia Belanda. Pihak yang menentang keterlibatan langsung pemerintah berpendapat, bahwa dana untuk membangun jalan rel sebaiknya dipakai untuk hal-hal yang lebih penting dan mendesak, sebaiknya mereka yang menentang keterlibatan swasta merasa, bahwa jalan kereta api mempunyai nilai strategis, sehingga resikonya terlalu besar apabila diserahkan pada swasta. Perdebatan bahkan muncul tentang tenaga penggerak. Menteri Urusan Jajahan JC. Baud, misalnya, mengusulkan pembangunan jalan rel dengan kerbau atau kuda sebagai penarik kereta. Baru pada tahun 1862 disetujui rencana pembangunan jalan kereta api pertama di Jawa, yaitu jalur Semarang-Vorstelanden (daerah Kerajaan Yogyakarta dan Surakarta yang ketika itu merupakan daerah pertanian paling produktif, tapi sekaligus juga paling sulit dijangkau), dan jalur antara Batavia (Jakarta) – Bulterzorg (Bogor), tempat kedudukan pemerintah Hindia Belanda dan daerah penghasil the dan kopi. Kedua jalur ini dibangun dari sebuah perusahaan swasta, yaitu Nederlandsch – Indische Spoorweg Maatschappj (NIS).

Setelah diadakan berbagai persiapan termasuk bentuk konsesi yang akan diberikan, maka pada hari Jumat tanggal 7 Juni 1864 di Desa Kemijen (Kota Semarang) diselenggarakan upacara sebagai tanda pekerjaan pemasangan jalan rel dimulai. Sebagai puncak upacara ditandai pencangkulan tanah pertama yang dilakukan oleh Mr. J.A.J Baron Sloet van den Beele (Subarkah, 1987, hal. 3).

Berbagai kesulitan mewarnai pembangunan jalan rel ini, baik yang berupa hambatan kondisi alam yang sulit maupun masalah keuangan, silih berganti muncul. Meski demikian pada 10 Agustus 1867 jalan kereta api pertama di Indonesia bisa diresmikan, yaitu dari Semarang sampai ke Tangoeng (sekarang Tanggung, Kabupaten Grobogan) sejauh sekitar 25 kilometer. Tapi bukan berarti kesulitan telah bisa diatasi. Bahkan tidak lama kemudian pekerjaan terpaksa dihentikan, karena Algemene Maatschappj voor Handel en Nijverheld Amsetrdam, pemegang saham utama NIS, mengalami kesulitan keuangan dan nyaris bangkrut. Pembangunan baru bisa dilanjutkan lagi setelah pemerintah turun tangan memberikan pinjaman lunak.

Stasiun pertama NIS di Semarang berada di Tambaksasi (Kemijen), bernama Stasiun SAMARANG NIS di dekat Pelabuhan Semarang. Stasiun Tambaksari ini adalah stasiun ujung, atau dalam bahasa Belanda disebut kopstation. Tahun 1914 stasiun Tambaksari dibongkar untuk memungkinkan pembangunan jalan rel ke stasiun NIS yang baru di Tawang. Sebagian bangunan stasiun Tambaksari masih dipakai untuk gudang, sehingga kemudian dikenal sebagai stasiun Semarang Gudang.

Dengan susah payah pada 10 Februari 1870 selesailah jalur sampai ke Solo, setahun kemudian pembangunan jalan rel telah sampai ke Yogyakarta. Akhirnya, pada 21 Mei 1873 jalur Semarang-Surakarta-Yogyakarta, termasuk cabang Kedungjati-Willem I (Ambarawa) diresmikan pemakainnya. Pada tahun itu selesai pula alur Batavia-Butenzorg. Melihat besarnya kesulitan yang dihadapi NIS, tidak ada investor yang tertarik untuk membangun jalan kereta api. Terpaksa pemerintah terjun langsung. Pemerintah mendirikan perusahaan Staat Spoorwagen (SS). Jalur rel pertama yang di bangun oleh SS adalah antara Surabaya-Pasuruan sepanjang 115 kilometeryang diresmikan pada 16 Mei 1878.

Setelah NIS maupun SS kemudian terbukti mampu meraih laba, bermunculan belasan perusahaan-perusahaan kereta api swasta besar maupun kecil. Umumnya mereka membangun jalan rel ringan atau tramwagen yang biaya pembanguannnya lebih murah. Tramwagen biasanya di bangun di sisi jalan raya. Dan karena konstruksinya yang ringan, kecepatan kereta api tidak bisa lebih dari 35 kilometer per jam.

Di antara perusahaan-perusahaan tersebut yang mempunyai jaringan terpanjang adalah Semarang Joana Stoomtram Maatschappj (SJS) sepanjang 417 kilometer dan Semarang Cheribon Stoomtram Maatschappj (SCS) sepanjang 373 kilometer. Yang terpendek adalah Poerwodadi-Goendih Stoomtram Maatschappj (PGSM) yang hanya mempunyai jaringan sepanjang 17 kilometer

Lokomotif Pertama
Meskipun jalur Semarang-Tanggung, baru diresmikan pada 10 Agustus 1867, tahun 1863 NIS telah memesan dua buah lokomotif dari pabrik Borsig di Berlin, Jerman. Kedua lokomotif itu dirancang untuk nantinya melayani jalur antara Kedungjati dan Wilem I (Ambarawa) yang di beberapa tempat mempunyai kemiringan sampai 2,8 persen. Ketika itu lokomotif buatan Borsig banyak dipakai oleh perusahaan-perusahaan kereta api di Belanda.

Setahun kemudian dua lokomotif dikirim ke Semarang, tapi baru pada 22 Juni 1865 mulai dioperasikan, masing-masing dengan nomor seri NIS 1 dan NIS 2. karena jalur kereta api pada saat itu baru dalam tahap pembangunan, NIS 1 dan NIS 2 dimanfaatkan untuk mempercepat pemasangan rel, sekaligus untuk melatih petugas yang akan mengoperasikan dan memelihara lokomotif-lokomotif tersebut. Sementara itu kedatangan lokomotif uap tersebut disambut masyarakat dengan rasa kagum tapi sekaligus tajut. Seperti dikatakan Liem Thian Joe dalam buku ’Riwayat Semarang’ (1933), ”Publiek Priboemi dan Tionghoa pertjaja, itoe kepala spoor didjalanken dengan kekoeatan ........ setan”.

Pada akhir 1866 empat lokomotif buatan Beyer Peacock, Manchester, Inggris itu tiba di Semarang dan diberi nomor seri NIS 3-6. selain nomor seri keempat lokomotif itu mendapatkan nama, masing-masing ’JP de Bordes’ (nama seorang pejabat NIS), ’Merapi’, ’Merbaboe’ dan ’Lawoe’. Nama-nama tersebut pada satu sisi ditulis dalam aksara latin, pada sisi lain dalam aksara Jawa. Namun penggunaan keempat lokmotif secara resmi baru pada 10 Agustus 1867, bersamaan dengan pembukaan jalur Semarng-Tanggung.

Lebar sepur
Saat itu seluruh jalur kereta api di Indonesia mempunyai lebar sepur (jarak antara rel) 1067 milimeter (kecuali di Aceh yang menggunakan lebar sepur 750 milimeter). Namun jalan rel yang pertama di Indonesia, antara Semarang dan Yogyakarta melalui Solo, tadinya mempunyai lebar sepur 1.435 milimeter (4 kaki 8 inchi), sama dengan lebar sepur standar di Eropa Barat dan Amerika Serikat.

Melihat kesulitan yang dihadapi ketika membangun jalan rel pertama itu, pemerintah kolonial pada tahun 1869 meminta J. A. Kool and N. H. Henket untuk membuat studi tentang lebar sepur yang sesuai untuk Jawa. Kool dan Henket melaporkan bahwa dari segi teknis maupun ekonomis lebar sepur 1.067 milimeter (3 kaki 6 inchi) milimeter lebih sesuai untuk topografi Jawa yang berbukit-bukit. Karena itu pemerintah Hindia Belanda kemudian menetapkan bahwa harus digunakan lebar sepur 1.067 milimeter untuk semua jaringan baru. Jalan rel dengan lebar sepur 1.067 milimeter yang pertama kali dibangun adalah jalur Batavia-Buitenzorg (Jakarta-Bogor) yang diresmikan pada 31 Januari 1873. jalur ini semula milik NIS, tapi kemudian dibeli SS. NIS sendiri ketika membangun jalan rel Semarang-Surabaya, melalui Gundih, Cepu dan Bojonegoro, tidak lagi memakai lebar sepur 1.435 milimeter, tapi menggunakan lebar sepur 1.067 milimeter.

Sampai invasi Jepang ke Indonesia tahun 1942-1945, rel-rel NIS / SS banyak dibongkar, terutama gauge 1.435 milimeter, dipindah bangun ke Sumatra – dibangun rel dari Sumatra Barat ke Riau – jalur rel sudah selesai dibangun namun Jepang sudah kalah Perang Dunia II, sehingga rel itu belum pernah sempat terpakai.


Pasca Kemerdekaan RI
Setelah Jepang pergi dari Bumi Pertiwi ini, Pemerintah RI yang baru mengakuisisi SS yang berkantor pusat di Bandung menjadi kantor kereta api milik negara RI. Dimulai dari tahun 1950 SS diganti Direktorat Djenderal Kereta Api (DDKA), tahun 1950-1963 manjadi Djawatan Kereta Api DKA, tahun 1963-1971 menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA), tahun 1971-1990 menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), tahun 1990-1999 menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) dan tahun 1999 sampai sekarang ini menjadi BUMN PT Kereta Api (Persero). Sekarang lebar sepur yang dipakai PT KA adalah 1067 mm. PT KA mengoperasikan jaringan di Jawa sepanjang 3.230 km, jaringan rel di Sumatra manjadi 3 bagian terpisah yakni Sumatra Selatan sepanjang 659 km, Sumatra Barat sepanjang 196 km dan Sumatra Utara sepanjang 480 km. Sedangkan lebar sepur 750 milimeter di Aceh tidak dioperasikan lagi (Ir. Hartono AS, MM, 2004).

STASIUN SAMARANG NIS 1 tampak dari luar tanggal 10 austus 1867
[Image: n1539177534_289597_195587.jpg]

Tampak Stasiun Samarang NIS I tampak dari dalam 10, tampak stasiun berbentuk "U"
[Image: n1539177534_289606_2461295.jpg]

Stasiun Pertama – Prototipe Stasiun Tanggung merupakan, bangunan sangat sederhana terbuat dari kayu jati dan sekelilingnya masih sepi dari pemukiman
Sumber : van Ballegoijen de Jong (1993)
[Image: n1539177534_289608_4961430.jpg]

Telah berubah – Stasiun Tanggung telah mengalami perubahan bentuk dan sampai sekarang bangunan tersebut masih dapat terlihat
Sumber : van Ballegoijen de Jong (1993)
[Image: n1539177534_289617_6109424.jpg]

Stasiun Kedungjati – Kondisi saat awal pembangunan menyesuaikan dengan kebutuhan saat itu.
Sumber : van Ballegoijen de Jong (1993)
[Image: n1539177534_289618_1901252.jpg]

Kondisi berubah – Setelah beberapa tahun beroperasi, kondisinya berubah, namun saat ini sudah tidak banyak lagi KA yang singgah di stasiun ini.
Sumber : van Ballegoijen de Jong (1993)
[Image: n1539177534_289619_1631836.jpg]

Stasiun Toentang 1910, masih rel gauge 1435 mm
[Image: n1539177534_289628_7916029.jpg]

Stasiun Tuntang pasca DKA, dengan rel gauge 1067 mm
[Image: n1539177534_289649_5702667.jpg]

ALL COPYRIGHT BY OM DEDDY HERLAMBANG IRPS SM

1 komentar:

trims telah berbagi apapun, mungkin saya yang salah dan anda yang lebih mengerti, jangan sungkan untuk mengkritik saya...oke !

Greenpeace SEA-Indonesia
Racikan Obat Herbal
CAMPAKA KAROMAH Khusus Untuk Direbus/Godogan, Insyaallah Dapat Menyembuhkan Penyakit Yang Anda Derita.

Formulator : Deddy kermit madjmoe
Hotline: 081324300415
Jl. Buyut Roda Gg.Polos No.84 Ciledug Cirebon Jawa Barat 45188

Pasien TIDAK MAMPU dan KURANG MAMPU Jangan TAKUT Untuk Berobat Pada Kami....!!!! Kami Tetap akan melayaninya.