Rabu, 01 April 2009
Masyarakat Timor Tengah Selatan menyadari bahwa di kawasannya telah terjadi sejumlah permasalahan yang terus berulang, tanpa ada solusi yang adil. Sebut saja masalah tambang batu marmer Naetapan di Tunua, Fautlik di Kuanoel dan Nausus di Fatukoto, juga tambang batu warna dan pasir warna sepanjang pantai selatan Tupakas hingga Lopon, wilayah masyarakat Amanuban dan Amanatun. Dan sayang, pemerintah Daerah tak pernah menghiraukan dan sengaja terus menggiring masyarakat untuk kembali berhadapan dengan program-program yang tidak perpihak dan menghilangkan hak-hak mereka sebagai masyarakat adat.
RESOLUSI MASYARAKAT ADAT TIMOR TENGAH SELATAN
Konggres Masyarakat Adat, Nausus, 22 Maret 2009
Kami Masyarakat Adat Tiga Batu Tungku yakni Mollo, Amanatun dan Amanuban kabupatan Timor Tengah Selatan. Sejak tanggal 20 – 22 Maret 2009, telah berkumpul di fatu Nausus Fatukoto, Mollo Utara, melakukan Kongres Masyarakat Adat, mendiskusikan peran perempuan adat, masalah perubahan dan tantangan perempuan adat dan upaya bersama menuju keselamatan hidup masyarakat.
Kami masyarakat adat Tiga Batu Tungku menyadari hidup kami tidak terlepas dari Faut kanaf, Oekanaf , Hau kanaf, dan Auf suf sebagai identitas kami. Buat kami, bumi adalah seorang ibu bagi manusia yang artinya Faut kanaf atau batu sebagai tulangnya, Oe kanaf atau air sebagai darahnya, Hau kanaf atau hutan sebagai rambut dan pori-porinya, serta tanah sebagai dagingnya. Jika sebagai manusia tidak menjaga, melestarikan tanah, batu, air dan hutan, secara tidak langsung kita perlahan-lahan membunuh seorang ibu.
Kami menyadari persoalan persoalan yang kami alami adalah masalah masalah yang terus berulang tanpa solusi yang adil, seperti masalah tambang batu marmer Naetapan di Tunua, Fautlik di Kuanoel dan Nausus di Fatukoto, juga tambang batu warna dan pasir warna sepanjang pantai selatan Tupakas hingga Lopon, wilayah masyarakat Amanuban dan Amanatun. Sayang, pemerintah Daerah sepertinya tak menghiraukan dan sengaja terus menggiring kami kembali berhadapan dengan program-program yang tidak perpihak dan menghilangkan hak-hak kami sebagai masyarakat adat.
Salah satu yang kami rasakan di Mollo adalah datangnya terus menerus proyek-proyek yang membodohi dan menipu dengan janji-janji kesejahteraan seperti proyek-proyek dari Dinas Kehutanan di atas tanah adat kami, yang setiap tahunnya terus berganti baju, mulai bernama Reboisasi sejak tahun 1980-an hingga yang terbaru proyek Gerhan. Proyek-proyek ini berujung berpindahnya tanah adat kami menjadi tanah negara dan merusak sumber-sumber kehidupan di tanah adat kami. Dinas Kehutanan juga membabat sekitar 500 ha hutan adat di Besi Pae Amanuban Selatan. Air kami dari Oel koki di Bonleu juga dicuri PDAM dan dijual secara komersil, sementara warga desa Bonleu hanya mendapat janji fasilitas listrik dan jalan yang tak pernah terwujud, sebaliknya mengalami krisis air dan longsor. Juga masih ada 9 desa lainnya yang menjadi lintasan pipa PDAM kesulitan mendapatkan air minum.
Permasalahn-permasalahan diatas sangat menggangu dan meresahkan kami, khususnya perempuan adat Mollo dan masyarakat adat Tiga Batu Tungku, Mollo, Amanuban dan Amantun, umumnya. Oleh karenanya, dalam kongres masyarakat Adat Tiga Batu Tugku menyampaikan tuntutan kepada Pemerintah Daerah Timor Tengah Selatan untuk segera :
1. Mencabut semua ijin pertambangan yang diberikan di kawasan Masyarakat adat Tiga Batu Tunggu, baik yang aktif seperti tambang Marmer dan batu warna dan pasir warna. Dan melarang dikeluarkannya ijin untuk semua jenis pertambangan baru di atas tanah-tanah adat Tiga Batu Tungku.
2. Menuntaskan kasus-kasus pegambil alihan lahan melalui proyek-proyek Kehutanan yang menipu dan memiskinkan, dengan mengakui hak-hak atas tanah adat kami, mengembalikan tanah adat kami yang sudah di beri PAL-PAL batas oleh Dinas Kehutanan
3. Menghentikan proyek-proyek kehutanan yang berujung kepada pengambilalihan lahan adat dan penghancuran hutan
4. Menuntaskan pencurian air oleh PDAM dengan desa Bonle’u dan memenuhi kebutuhan air 9 desa lainnya yang dilalui pipa PDAM.
5. Melakukan upaya bersama masyarakat adat Tia batu Tungku untuk memulihkan lahan-lahan adat kami yang rusak karena proyek pertambangan dan Kehutanan.
Tuntutan diatas tak lain merupakan upaya untuk menjaga kelestarian sumbe daya air, kesuburan lahan-lahan kami dan keselamatan kami sebagai masyarakat adat yang terus menerus terpinggirkan.
Kami masyarakat adat Tiga Batu Tungku berjanji akan selalu menjaga tanah, air, batu dan hutan kami untuk kehidupan berkesinambungan yang adil dan sejahtera. Oleh karenanya, kami membutuhkan dukungan pemerintah daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana transportasi, pendidikan dan pemasaran produk-produk hasil pertanian kami.
_______________________________________________________
- Berita diatas semoga menjadi sumber inpirasi dan referensi rekan-rekan untuk menghadapi kasus galian-galian di Kabupaten Cirebon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
trims telah berbagi apapun, mungkin saya yang salah dan anda yang lebih mengerti, jangan sungkan untuk mengkritik saya...oke !