30 Jul 2008 21:04
Dengan Qur’an Menyelamatkan Terumbu Karang
Oleh: Farid Gaban
Qur’an dan hadist merupakan pesan efektif untuk melestarikan lingkungan alam di Tanzania.
Kepulauan Zanzibar di lepas pantai Tanzania semestinya adalah surga di dunia. Di masa lalu ini merupakan pusat pertemuan niaga Timur-Barat. Kini berisi reruntuhan warisan Islam kuno, rumah-rumah Arab yang indah dengan hamparan pasir pantai putih dihuni pohon-pohon palem menuding langit. Lautnya hangat dengan airnya yang kebiruan, berisi taman terumbu karang di dalamnya.
Tapi, itu dulu. Dalam beberapa dasawarsa terakhir, taman terumbu karang bawah laut terancam oleh praktek pencarian ikan yang merusak. Larangan pemerintah agar nelayan tidak menggunakan dinamit tidak pernah digubris. Pendekatan melalui pesan-pesan adat tradisional juga tidak mempan. Sampai akhirnya sebuah pendekatan baru ditemukan: lewat masjid, Qur’an dan Hadist.
"Qur'an mengajarkan prinsip etika manusia dalam berhubungan dan melindungi mahluk lain,” kata Fazlun Khalid, direktur dan pendiri Islamic Foundation for Ecology and Environmental Sciences (IFEES) yang berpusat di Inggris. “Pesan seperti itu dapat menjadi dasar etika pelestarian alam.”
IFEES adalah salah satu dari organisasi lokal dan internasional yang pada 1998 meluncurkan proyek memanfaatkan ajaran Islam untuk meningkatkan kesadaran tentang pelestarian alam. “Kami menggali ajaran yang hilang dan merumuskannya dalam bentuknya yang modern,” katanya.
Bersama CARE, organisasi Amerika yang bergerak dalam bidang pengentasan kemiskinan, IFEES melakukan pertemuan rutin dengan ulama dan nelayan untuk mendiskusikan ajaran Qur’an yang berkaitan dengan lingkungan dan sumber daya alam.
Menggunakan Qur’an dan hadist serta praktek Nabi Muhammad, mereka berhasil meyakinkan nelayan untuk, misalnya, tidak lagi menggunakan dinamit ketika menangkap ikan.
Mereka juga bekerjasama dengan Perhimpunan Konservasi Pulau Misali, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang peduli pada pelestarian pelestarian terumbu karang, untuk melatih imam lokal memasukkan pesan pelestarian alam dalam khotbah Jumat mereka. Misali adalah satu pulau di Kepulauan Zanzibar yang mayoritas penduduknya Muslim.
Misali terkenal memiliki beragam spesies ikan dan kura-kura serta memiliki hamparan karang paling indah di belahan barat Samudera India. Kekayaan laut itu terancam oleh praktek pencarian ikan secara sembrono.
Namun, beberapa tahun setelah proyek diluncurkan, langkah menggunakan ajaran Islam ini terbukti manjur. “Saya akhirnya tahu bahwa cara lama saya mencari ikan telah merusak lingkungan,” kata Salim Haji, seorang nelayan setempat. “Teknik pelestarian ini tidak berasal dari mzungu,” katanya, merujuk pada kata dalam bahasa Afrika Timur untuk “orang kulit putih”. Tambah Salim Haji: “Melainkan dari Qur'an."
Hamza Suleiman, ketua komite pelestarian alam di Desa Wesha, mengatakan penduduk desa telah berpindah dari menggunakan teknik lama yang mengikutkan ikan langka ke dalam tangkapan mereka ke teknik baru yang lebih selektif.
Sebuah kajian CARE pada 2000 menunjukkan 34% nelayan percaya Islam memberikan panduan bagi penganutnya dalam memanfaatkan laut serta isinya. Pada 2003, lima tahun setelah proyek itu diluncurkan, studi lain menunjukkan jumlahnya meningkat menjadi 66%.
Konservasi berdasar Islam juga membawa hasil prositif di Pemba, pulau kecil lain di lepas pantai Tanzania. Ali Abdullah Mbarouk, manajer proyek CARE, mengatakan bahwa seperti di Misali, pesan konservasi tradisional tidak menunjukkan hasil yang diharapkan pada nelayan setempat. “Tapi, ketika warga diberi tahu pemimpin agama, mereka cenderung untuk mengikutinya,” katanya.
Para sponsor proyek itu kini telah menerbitkan sebuah buku panduan Islami dalam bahasa Inggris dan Swahili untuk disebarkan ke seluruh pantai Afrika yang penduduknya berbahasa Swahili dan kelak akan disebarkan pula pada komunitas Islam di seluruh dunia.
Khalid optimistik bahwa model Misali dan Pemba dapat diterapkan untuk komunitas Islam lain di seluruh dunia. Dengan metode sama, lembaga miliknya belakangan ini juga aktif membantu warga Aceh dan Sumatera pada umumnya untuk memulihkan hutan bakau dan mengelola hutan lindung di Sumatera.
“Ulama setempat adalah orang terbaik yang bisa meyakinkan masyarakat akan tanggungjawab mereka untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan,” kata Khalid.***Berita cerbon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
trims telah berbagi apapun, mungkin saya yang salah dan anda yang lebih mengerti, jangan sungkan untuk mengkritik saya...oke !