11 Mei 2010

Harimau Jawa Masih Ada...?


CIREBON - Sejumlah peneliti karnivor besar datang ke Graha Pena Radar Cirebon, Selasa (1/9). Mereka mempresentasikan hasil penemuan mencengangangkan: habitat macan tutul ada di Bukit Pembarisan, Kuningan Selatan. Tak menutup kemungkinan, harimau Jawa pun terdapat di sana. Bukti berupa jepretan hasil kamera trap, mereka tunjukan.

Seperti diberitakan Radar Cirebon (grup JPNN), para peneliti terdiri dari beberapa unsur antara lain LSM Peduli Karnivor Jawa (PKJ), LSM Raksa Bumi Citapen dan Universitas Kuningan (Uniku). Penelitian sendiri mendapat dukungan dari Yayasan Mukti Mandiri (YMM), yang diketuai Ahmad Husain Mukti.

Didik Raharyono SSi dari PKJ mengungkapkan, salah satu misi penelitian itu adalah membuktikan eksistensi harimau Jawa, yang disinyalir telah lama punah. Temuan beberapa satwa yang dilindungi di area Bukit Pembarisan, seperti primata endemik Jawa Barat, surili dan lutung, kemudian informasi dari masyarakat yang kerap melihat aktivitas karnivor besar, mengantarkan tim peneliti untuk menggali lebih jauh kemungkinan adanya habitat.

“Keberadaan karnivor besar, semacam harimau Jawa, macan tutul atau macan kumbang, perlu didukung sebuah ekosistem sebagai habitat, dan juga tersedianya satwa mangsa sebagai bahan makanan. Pengamatan kami di Bukit Pembarisan wilayah Kuningan Selatan, menunjukan bila karnivor besar memang hidup disana,” katanya.

Berupaya mendalami asumsi tentang adanya karnivor besar di Bukit Pembarisan, pertengahan tahun 2009 Didik dan rekan memulai penelitian di lokasi hutan desa Citapen Kecamatan Hantara.

Penelitian diawali dengan investigasi ke tengah masyarakat, perihal kerap terlihatnya karnivor besar secara tak sengaja. Setelah data dirasa cukup, penyisiran habitat mulai dilakukan. Melibatkan anggota tim: Didik Raharyono SSi dan Dewi Kurnianingsih SPd dari PKJ, Deni dan Edi Junaedi dari Uniku, serta Didik Uhadi dari Raksa Bumi.

Selama penyisiran tim berhasil menemukan bukti keberadaan karnivor besar jenis macan tutul, seperti jejak kaki, kotoran, cakaran di pohon dan rambut mangsa yang setelah diteliti merupakan bagian rambut surili, lutung dan kijang.

“Jejak macan tutul yang ditemukan, berumur dua dan tiga hari. Tim kemudian memasang kamera trap di beberapa jalur yang diduga kerap dilintasi macan tutul. Tak lupa umpan anjing dan daging kambing ikut dipasang guna mengundang kehadiran karnivor,” terang Didik.

Rupanya, rencana pengambilan gambar melalui kamera trap tak berjalan mulus. Hasil yang diharapkan tak kunjung tampak. Selain lokasi lintasan yang tak bisa dipastikan, apakah karnivor besar akan lewat atau tidak, umpan yang ditawarkan tampaknya tak menarik perhatian. Sampai pada 5 Agustus 2009, sebuah kamera berhasil mengambil gambar yang dinantikan: sebuah macan tutul melintasi infrared, dan tubuhnya tertangkap kamera.

Didik menjelaskan pemasangan kamera trap baru sekitar dua Minggu dan waktu sebulan yang direncanakan. “Penunjuk waktu menerangkan macan tutul tersebut terfoto sekitar pukul 22.13. Setelah diteliti, jenis kelaminnya jantan dengan panjang antara 80 sampai 90 cm dan tinggi 45 cm, ” terangnya.

Dengan pembuktian otentik melalui jepretan kamera trap, Didik yang telah selama 12 tahun bergumul dengan penelitian karnivor besar mengungkapkan, biasanya dalam satu kawanan macan tutul terdapat empat hingga lima ekor anggota kelompok. Namun hingga saat ini tim Didik belum dapat memetakan berapa jumlah pasti populasi macan tutul di Bukit Pembarisan Kuningan. “Kami masih memerlukan penelitian lanjutan, yang pasti informasi dari masyarakat menyebutkan ada banyak,” ujarnya.

Bukit Pembarisan sendiri masuk dalam empat kabupaten, yakni Kuningan, Brebes, Ciamis dan Cilacap. Dosen Fakultas Kehutanan Uniku, Deni, menerangkan mengapa Bukit Pembarisan berpeluang besar dihuni karnivor besar, sebab daerah hutannya menyambung dengan hutan Gunung Slamet di Jawa Tengah.

Menurut Deni, penemuan habitat macan tutul di hutan desa Citapen secara langsung bersinggungan dengan lahan milik Perhutani yang sebagiannya telah siap dipanen. Hal tersebut, bila tak diantisipasi sejak dini terutama oleh kalangan birokrat yang berwenang, akan potensial menyebabkan konflik keterbatasan lahan.

“Ujung-ujungnya, kalau lahan hutan terus digarap menjadi lahan pertanian dan perkebunan yang tak berkesudahan, otomatis ruang gerak karnivor besar akan semakin tersudut. Satwa mangsa macan tutul akan langka, dan akhirnya besar kemungkinan karnivor besar akan memangsa hewan milik penduduk,” paparnya.

Selain di hutan desa Citapen, tambah Deni, penyebaran karnivor besar di Kuningan juga terdapat di Cibinbin, Gunung Pojok Tilu dan Gunung Bongkok. Ia mengaku kelanjutan penelitian sangat bergantung dari biaya yang umumnya di Indonesia masih didanai funding luar negeri. “Bantuan dari Yayasan Mukti Mandiri, sejauh ini sangat membantu penelitian kami. Dan, hasil yang kami harapkan berhasil didapat,” ucapnya sambil dengan bangga menunjuk foto macan tutul hasil jepretan kamera trap.

Pemanfaatan lahan hutan, tentu tak lepas dari aktivitas masyarakat setempat dalam mengelola berbagai hasil pertanian dan perkebunan. Didik Uhadi dari Raksa Bumi Citapen menginginkan bila kawasan Bukit Pembarisan akan dimasukan dalam zona ekosistem karnivor besar yang dilindungi, yang mesti dijaga keberadaannya, maka pemerintah dan pihak terkait harus memikirkan kontribusi lain terhadap pemenuhan penghasilan masyarakat yang selama ini bergantung dari hutan.

“Sebab ternyata eksisitensi macan tutul terbukti ada, maka perlu ada reward pada masyarakat setempat, agar setidaknya pemahaman mereka untuk ikut melindungi satwa langka tersebut juga terbentuk baik. Kemudian diarahkan agar ada sebentuk alternatif solusi pendapatan bagi masyarakat yang selama ini beraktivitas di hutan yang dihuni macan tutul,” katanya.

Didik menambahkan, persoalan pemburu juga tak kalah pelik dimana kebiasaan berburu babi hutan atau bagong, dibarengi juga berburu kijang yang jadi mangsa macan tutul. “Pemahaman terhadap masyarakat setempat, tak kalah penting dengan penemuan habitat macan tutul di hutan desa Citapen. Tentu kita mesti bersama menjaga habitat macan tutul agar jangan sampai dirusak,” tandasnya.(jpnn)
sumber : http://www.jpnn.com/berita.detail-37703

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

trims telah berbagi apapun, mungkin saya yang salah dan anda yang lebih mengerti, jangan sungkan untuk mengkritik saya...oke !

Greenpeace SEA-Indonesia
Racikan Obat Herbal
CAMPAKA KAROMAH Khusus Untuk Direbus/Godogan, Insyaallah Dapat Menyembuhkan Penyakit Yang Anda Derita.

Formulator : Deddy kermit madjmoe
Hotline: 081324300415
Jl. Buyut Roda Gg.Polos No.84 Ciledug Cirebon Jawa Barat 45188

Pasien TIDAK MAMPU dan KURANG MAMPU Jangan TAKUT Untuk Berobat Pada Kami....!!!! Kami Tetap akan melayaninya.